Museum Majapahit

Seorang Bupati Mojokerto yang bernama R.A.A. Kromodjojo Adinegoro memiliki jasa besar atas pendirian Museum Trowulan. Diawali atas prakarsanya dan seorang arsitek Belanda bernama Henry Maclaine Pont mendirikan Oudheeidkundige Vereebeging Majapahit (OVM) pada tanggal 24 April 1924 yaitu suatu perkumpulan yang bertujuan meneliti peninggalan-peninggalan Majapahit. OVM menempati sebuah bangunan di Trowulan yang terletak di Jalan Raya antara Mojokerto dan Jombang (sekarang Kantor BP3 Trowulan).

Seiring dengan perkembangan waktu maka OVM memiliki jumlah koleksi yang melimpah bahkan beberapa temuan berasal dari luar Situs Trowulan. Semakin banyaknya jumlah koleksi tersebut maka pada tahun 1926 para pemrakarsa OVM berniat mendirikan Museum yang bernama Museum Trowulan. Museum ini terbuka untuk umum dan didirikan bangunan khusus untuk ruang pamernya.

Pada masa pendudukan Jepang (1942), museum sempat ditutup untuk umum karena Henry Maclaine Pont ditawan oleh Jepang. Guna menjaga aset museum tersebut maka pemerintah mengambil alih pengelolaannya.

Semenjak Indonesia merdeka maka pengelolaan dilakukan oleh bangsa sendiri melalui lembaga Suaka Peninggalan Sejarah dan Purbakala (SPSP) yang sekarang bernama Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala (BP3) Jawa Timur. Kantor tersebut selain mengelola museum juga melakukan perlindungan benda purbakala di seluruh wilayah Jawa Timur sehingga Museum Trowulan pada akhirnya menampung benda cagar budaya yang rawan rusak atau hilang di tempat aslinya. Museum akhirnya berpindah ke arah selatan berganti nama menjadi Balai Penyelamatan Arca. Penamaan tersebut didasarkan atas fungsinya yaitu lokasi penyelamatan arca dan sejenisnya. Walaupun nama tersebut sudah berubah tetapi masyarakat masih mengenal dengan nama Museum Trowulan.

Jumlah koleksi Museum Trowulan semakin bertambah banyak pada tahun 1999 karena adanya pemindahan dan penggabungan koleksi Gedung Arca Mojokerto dengan Museum Trowulan. Penembahan koleksi tersebut terutama berasal dari koleksi R.A.A. Kromodjojo Adinegoro pada masa sebelumnya yang disimpan di Gedung Arca Mojokerto tersebut.

Mulai tanggal 3 November 2008 secara resmi nama Balai Penyelamatan Arca atau Museum Trowulan berganti nama menjadi Pusat Informasi Majapahit (PIM) yang diresmikan langsung oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Jero Wacik. Penamaan tersebut didasarkan atas peningkatan kebutuhan masyarakat akan informasi tentang Majapahit baik oleh peneliti maupun masyarakat umum. Sebuah informasi terpadu baik berupa data tertulis, digital, gambar maupun peninggalan pada zaman Majapahit nantinya dapat diakses secara lengkap di Pusat Informasi Majapahit tersebut.

Walaupun nama dan bentuk kegiatannya sudah mengalami perubahan dan perkembangan, tetapi fungsi dan tujuan dasarnya tidak berubah yaitu tetap sebagai museum dan Balai Penyelamatan Benda Cagar Budaya di Jawa Timur. Bahkan sekarang beragam bentuk kegiatan mampu dilaksanakan di Pusat Informasi Majapahit tersebut, sebagai contoh kegiatan outbond yang mampu menampung sekitar 800 orang. Bertambahnya nilai penyajian dan bentuk kegiatan di PIM mampu mendongkrak pula nilai museum bukan hanya sekedar tempat mengumpulkan benda-benda antik tetapi juga sebagai sarana hiburan keluarga dan kelompok masyarakat. Bahkan siswa-siswa di sekitar Mojokerto hampir setiap akhir pekan selalu mengadakan kegiatan kunjungan atau hanya sekedar melaksanakan kegiatan outbond di kompleks PIM tersebut.

Koleksi PIM
Dominasi koleksi di PIM (Museum Trowulan) adalah benda-benda cagar budaya yang ditemukan di sekitar Situs Trowulan atau peninggalan pada zaman Majapahit. Melalui peninggalan tersebut kita dapat mengetahui aspek budaya yang pernah terjadi pada zaman Majapahit seperti bidang pertanian, irigasi, arsitektur, perdagangan, perindustrian, agama dan kesenian. Koleksi tersebut dipajang di gedung atau ruang terbuka berbentuk pendopo atau halaman museum.

Berdasarkan bahannya, maka koleksi PIM yag dipamerkan dapat diklasifikasikan menjadi beberapa kelompok yaitu sebagai berikut.

1.Koleksi tanah liat (terakota)
Koleksi ini mencakup terakota manusia (figurin), alat-alat produksi, alat-alat rumah tangga, dan arsitektur.
2.Koleksi keramik
Koleksi keramik beragam bentuk antara lain guci, teko, piring, mangkok, sendok, dan vas bunga. Koleksi tersebut dapat diketahui umur relatifnya dan asal negaranya antara lain berasal dari Cina, Thailand, dan Vietnam.
3.Koleksi logam
Koleksi logam dapat diklasifikasikan berdasarkan bentuknya dan fungsinya antara lain uang kuno, alat-alat seperti bokor, pedupaan, lampu, guci, cermin, genta, dan alat musik.
4.Koleksi batu
Koleksi berbahan batu dapat diklasifikasi menjadi koleksi miniatur dan komponen candi, koleksi arca, koleksi relief, dan koleksi prasasti. Selain itu juga terdapat koleksi lain yang berbahan batu yaitu alat-alat dan fosil binatang.


Untuk informasi lebih jelas dan konfirmasi kunjungan silahkan menghubungi:
Pusat Informasi Majapahit (Museum Trowulan)
Jl. Pendopo Agung, Kec. Trowulan Kab. Mojokerto
Telp. dan Fax: (0321) 495515

Sumber: Buku Panduan 'Mengenal Kepurbakalaan Majapahit di Daerah Trowulan'. Oleh I Made Kusumajaya, Aris Soviyani, Wicaksono Dwi Nugroho.

Monday, July 30, 2012

pendopo tengah museum majapahit


Seorang Bupati Mojokerto yang bernama R.A.A. Kromodjojo Adinegoro memiliki jasa besar atas pendirian Museum Trowulan. Diawali atas prakarsanya dan seorang arsitek Belanda bernama Henry Maclaine Pont mendirikan Oudheeidkundige Vereebeging Majapahit (OVM) pada tanggal 24 April 1924 yaitu suatu perkumpulan yang bertujuan meneliti peninggalan-peninggalan Majapahit. OVM menempati sebuah bangunan di Trowulan yang terletak di Jalan Raya antara Mojokerto dan Jombang (sekarang Kantor BP3 Trowulan).

Seiring dengan perkembangan waktu maka OVM memiliki jumlah koleksi yang melimpah bahkan beberapa temuan berasal dari luar Situs Trowulan. Semakin banyaknya jumlah koleksi tersebut maka pada tahun 1926 para pemrakarsa OVM berniat mendirikan Museum yang bernama Museum Trowulan. Museum ini terbuka untuk umum dan didirikan bangunan khusus untuk ruang pamernya.

Pada masa pendudukan Jepang (1942), museum sempat ditutup untuk umum karena Henry Maclaine Pont ditawan oleh Jepang. Guna menjaga aset museum tersebut maka pemerintah mengambil alih pengelolaannya.

Semenjak Indonesia merdeka maka pengelolaan dilakukan oleh bangsa sendiri melalui lembaga Suaka Peninggalan Sejarah dan Purbakala (SPSP) yang sekarang bernama Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala (BP3) Jawa Timur. Kantor tersebut selain mengelola museum juga melakukan perlindungan benda purbakala di seluruh wilayah Jawa Timur sehingga Museum Trowulan pada akhirnya menampung benda cagar budaya yang rawan rusak atau hilang di tempat aslinya. Museum akhirnya berpindah ke arah selatan berganti nama menjadi Balai Penyelamatan Arca. Penamaan tersebut didasarkan atas fungsinya yaitu lokasi penyelamatan arca dan sejenisnya. Walaupun nama tersebut sudah berubah tetapi masyarakat masih mengenal dengan nama Museum Trowulan.

Jumlah koleksi Museum Trowulan semakin bertambah banyak pada tahun 1999 karena adanya pemindahan dan penggabungan koleksi Gedung Arca Mojokerto dengan Museum Trowulan. Penembahan koleksi tersebut terutama berasal dari koleksi R.A.A. Kromodjojo Adinegoro pada masa sebelumnya yang disimpan di Gedung Arca Mojokerto tersebut.

Mulai tanggal 3 November 2008 secara resmi nama Balai Penyelamatan Arca atau Museum Trowulan berganti nama menjadi Pusat Informasi Majapahit (PIM) yang diresmikan langsung oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Jero Wacik. Penamaan tersebut didasarkan atas peningkatan kebutuhan masyarakat akan informasi tentang Majapahit baik oleh peneliti maupun masyarakat umum. Sebuah informasi terpadu baik berupa data tertulis, digital, gambar maupun peninggalan pada zaman Majapahit nantinya dapat diakses secara lengkap di Pusat Informasi Majapahit tersebut.

Walaupun nama dan bentuk kegiatannya sudah mengalami perubahan dan perkembangan, tetapi fungsi dan tujuan dasarnya tidak berubah yaitu tetap sebagai museum dan Balai Penyelamatan Benda Cagar Budaya di Jawa Timur. Bahkan sekarang beragam bentuk kegiatan mampu dilaksanakan di Pusat Informasi Majapahit tersebut, sebagai contoh kegiatan outbond yang mampu menampung sekitar 800 orang. Bertambahnya nilai penyajian dan bentuk kegiatan di PIM mampu mendongkrak pula nilai museum bukan hanya sekedar tempat mengumpulkan benda-benda antik tetapi juga sebagai sarana hiburan keluarga dan kelompok masyarakat. Bahkan siswa-siswa di sekitar Mojokerto hampir setiap akhir pekan selalu mengadakan kegiatan kunjungan atau hanya sekedar melaksanakan kegiatan outbond di kompleks PIM tersebut.

Koleksi PIM
Dominasi koleksi di PIM (Museum Trowulan) adalah benda-benda cagar budaya yang ditemukan di sekitar Situs Trowulan atau peninggalan pada zaman Majapahit. Melalui peninggalan tersebut kita dapat mengetahui aspek budaya yang pernah terjadi pada zaman Majapahit seperti bidang pertanian, irigasi, arsitektur, perdagangan, perindustrian, agama dan kesenian. Koleksi tersebut dipajang di gedung atau ruang terbuka berbentuk pendopo atau halaman museum.

Berdasarkan bahannya, maka koleksi PIM yag dipamerkan dapat diklasifikasikan menjadi beberapa kelompok yaitu sebagai berikut.

1.Koleksi tanah liat (terakota)
Koleksi ini mencakup terakota manusia (figurin), alat-alat produksi, alat-alat rumah tangga, dan arsitektur.
2.Koleksi keramik
Koleksi keramik beragam bentuk antara lain guci, teko, piring, mangkok, sendok, dan vas bunga. Koleksi tersebut dapat diketahui umur relatifnya dan asal negaranya antara lain berasal dari Cina, Thailand, dan Vietnam.
3.Koleksi logam
Koleksi logam dapat diklasifikasikan berdasarkan bentuknya dan fungsinya antara lain uang kuno, alat-alat seperti bokor, pedupaan, lampu, guci, cermin, genta, dan alat musik.
4.Koleksi batu
Koleksi berbahan batu dapat diklasifikasi menjadi koleksi miniatur dan komponen candi, koleksi arca, koleksi relief, dan koleksi prasasti. Selain itu juga terdapat koleksi lain yang berbahan batu yaitu alat-alat dan fosil binatang.


Untuk informasi lebih jelas dan konfirmasi kunjungan silahkan menghubungi:
Pusat Informasi Majapahit (Museum Trowulan)
Jl. Pendopo Agung, Kec. Trowulan Kab. Mojokerto
Telp. dan Fax: (0321) 495515

 Sumber: Buku Panduan 'Mengenal Kepurbakalaan Majapahit di Daerah Trowulan'. Oleh I Made Kusumajaya, Aris Soviyani, Wicaksono Dwi Nugroho.

Friday, July 27, 2012

Kilas Tentangku


Museum Majapahit berada di kanan jalan di sebuah jalan simpang di Trowulan, Mojokerto, Jawa Timur. Untuk memotret koleksi Museum Majapahit yang berada di dalam gedung ini diperlukan ijin tertulis dari Kepala Balai Pelestarian Cagar Budaya Trowulan, yang kantornya berada di Jl. Majapahit No. 141-143, Trowulan, Mojokerto, Telp. (0321) 495515. Museum Majapahit mulai dibuka pada 1926 untuk menyimpan dan memamerkan benda-benda purbakala hasil penelitian Oudheidkundige Vereeneging Majapahit (OVM), sebuah perkumpulan yang didirikan tahun 1924 oleh Kanjeng Adipati Aria Kramadjaja Adinegara, Bupati Mojokerto saat itu, bersama Henry Maclaine Pont, seorang Arkeolog berkebangsaan Belanda.
Tampak samping Gedung utama Museum Majapahit, dan bangunan joglo tanpa dinding yang menyimpan arca-arca dan benda-benda peninggalan lainnya dari jaman Kerajaan Majapahit, Kahuripan, Kediri, dan juga Singasari. Koleksi benda kuno milik Henry Mclain Pont terlihat di ruangan besar Museum Majapahit, di bagian sebelah kiri, berupa kursi ukir motif dedaunan dan tumpal antik bergaya Jawa Eropa, lonceng pintu, patung orang tua, dan lampu duduk.
Patung Hariti di Museum Majapahit, tanpa kepala, dan satu kepala terpisah, yang biasanya digambarkan dengan buah dada besar dan dikelilingi anak-anak. Hariti adalah mahluk mitologi untuk melindungi anak-anak, memberi kemudahan saat melahirkan, menjaga dan merawat anak-anak, menjaga keharmonisan suami isteri, cinta, dan kesejahteraan serta keamanan keluarga. Ia juga dipuja wanita tanpa anak agar bisa hamil.
Pantheon Hindu di Museum Majapahit, dengan penempatan Lingga Yoni di tengah, Siwa di Selatan, Durga di Utara, Ganesha di Barat, Mahakala di kiri pintu masuk, dan Nandiswara di kanan pintu masuk. Pertemuan Lingga (Siwa) dan Yoni (Parwati) melambangkan kesuburan dan kelangsungan hidup. Lazimnya terdapat tiga bentuk lingga, yaitu Brahma bhaga (segi empat), Wisnu Bhaga (segi delapan) dan Siwa bhaga (silindris). Museum Trowulan
Koleksi berbagai bentuk dan warna tempayan di Museum Majapahit, dengan bermacam poster di sebelah kiri dan lemari kaca yang menyimpan koleksi benda purbakala di sebelah kanan.
Sebuah sumur model kuno di Museum Majapahit, terbuat dari batu bata dan gerabah, yang lazimnya berbentuk persegi dan bundar. Sumur bata persegi letaknya biasanya berdekatan dengan bangunan suci, dan sumur bata bundar ditemukan pada kompleks pemukiman kuno. Sumur yang dibuat dari gerabah disebut jobong, dan biasanya ada di persawahan.
Samuderamanthana di Museum Majapahit, yang merupakan miniatur bangunan candi dengan relief cerita pencarian Amerta, air kehidupan. Alkisah, ketika dunia hanya dihuni padar dewa dan raksasa, Dewa Brahma khawatir jika suatu ketika dunia dikuasai kejahatan, karena jumlah raksasa lebih banyak. Para dewa pun rapat dan memutuskan mengaduk samudera untuk mendapatkan Amerta. Gunung Mandara dipakai sebagai pengaduk, kura-kura jelmaan Dewa Wisnu sebagai alasnya, dan Dewa Basuki menjelma menjadi ular yang sangat panjang dan membelit gunung. Para dewa dan raksasa bergantian menarik ular sampai Gunung Mandara berputar mengaduk samudera, dan akhirnya dari dalam Samudera Ksira (lautan susu) keluarlah Ardhacandra, Dewi Sura, Dewi Laksmi, Dewi Sri, Ucchaisravara dan Dewa Dhanwantari dengan membawa guci Amerta. Namun guci tersebut jatuh ke tangan raksasa. Dewa Brahma pun menjelma menjadi bidadari cantik untuk menggoda para raksasa sampai akhirnya berhasil merebut kembali Guci Amerta.
Arca Wisnu menunggang Garuda di Museum Majapahit. Arca ini merupakan penggambaran Airlangga, Raja Kahuripan, yang dipercaya sebagai titisan Dewa Wisnu. Setelah membagi Kahuripan menjadi Kediri (Dhoho/Panjalu) dan Jenggala tahun 1045, Airlangga menjadi pertapa bergelar Resi Gentayu. Ketika ia meninggal pada 1049, patung itu dibuat untuk memujanya sebagai jelmaan Wisnu, dewa penyelamat dan penjaga dunia. Garuda yang ditungganginya juga merupakan simbol kerajaan Kediri (Garudamukha).
Sebuah arca Gajasura Samhara Murti di Museum Majapahit. Gajasura, adalah iblis dalam wujud gajah yang mengganggu meditasi para penganut Siwa, dan menyebar kerusakan, sehingga Dewa Siwa membunuh Gajasura dan memakai kulit Gajasura untuk menutupi tubuhnya sebagai tanda kemenangan.
Sebuah prasasti batu di Museum Majapahit, dengan bagian atas rusak dan sulit terbaca lagi, namun bagian bawahnya relatif masih utuh. Ada banyak sekali arca tidak lengkap di Museum Trowulan, yang akan sangat menarik jika bisa dibuat duplikatnya dalam bentuk utuhnya. Potongan batuan candi dengan berbagi relief juga dipajang di ruang terbuka di bagian belakang Museum Majapahit. Tentu akan sangat menarik jika batu-batu ini bisa disusun kembali menjadi sebuah candi yang bisa lebih dinikmati keindahannya.
Dua buah arca batu yang tidak utuh, besar dan kecil, di sebuah cungkup joglo kecil, di pelataran Museum Majapahit. Banyak sekali benda-benda peninggalan purbakala yang disimpan di area terbuka di Museum Trowulan ini.
Buah Maja yang berbentuk bulat berwarna hijau yang ditanam di halaman Museum Majapahit. Ketika Raden Wijaya dan para pengikutnya membabat alas Tarik untuk menjadi permukiman, pengikutnya memakan buah Maja muda yang rasanya pahit, sehingga daerah baru itu dinakaman Majapahit, yang kemudian tumbuh menjadi sebuah kerajaan yang besar dan kuat di Nusantara. Kulit Buah Maja yang berwarna hijau ketika muda ini akan berubah menjadi coklat setelah tua, dengan daging berwarna kuning hingga jingga. Ketika masak, biasanya pada musim kemarau, buah maja sebenarnya berasa manis, berair, dan beraroma wangi. Museum Majapahit merupakan museum yang menyimpan koleksi benda purbakala dari masa Majapahit yang terlengkap di Indonesia, dan wajib dikunjungi bagi yang berminat memasuki lorong waktu kejayaan masa silam, sebagai akar dan fondasi bagi kejayaan masa kini dan mendatang. Museum Trowulan Jl. Pendopo Agung, Kecamatan Trowulan, Mojokerto, Telp. dan Fax: (0321) 495515 Sekitar 1 jam dari Kota Surabaya. special tag: http://thearoengbinangproject.com/2011/03/museum-trowulan-mojokerto/